Rabu, 15 Juli 2009

Indonesia dan India



Apabila kita menelusuri sejarah Indonesia dan India, Presiden (pertama) RI Soekarno dan Presiden India Nehru memiliki komitmen yang sama untuk keluar dari masa penjajahan bangsa-bangsa Barat. Pada tahun 1947, India secara khusus meminta perhatian Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap serangan pertama yang dilakukan Belanda atas Indonesia. Akhirnya, PBB ketika itu melakukan campur tangan sehingga agresi Belanda bisa dihentikan.

DEMIKIAN pula pada waktu serangan militer Belanda yang kedua tahun 1948, India telah menyelenggarakan sebuah konferensi internasional di New Delhi dan mampu menarik simpati internasional terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia.

Tidak hanya itu, pada tahun 1961, pada waktu perjuangan mengembalikan Irian Jaya ke pangkuan Ibu Pertiwi, India telah mensponsori resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan perundingan antara Belanda dan Indonesia yang akhirnya menghasilkan penyelesaian damai atas masalah Irian Jaya.

Dukungan yang begitu kuat dan konsisten terhadap kemerdekaan Indonesia itu telah membentuk adanya persamaan sikap di antara kedua negara terhadap berbagai masalah internasional dalam rangka menciptakan sebuah dunia yang lebih baik bagi perdamaian dan kesejahteraan. Untuk itu, India dan Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955.

Konferensi tersebut telah menghasilkan Dasasila Bandung yang kemudian menjadi dasar pembentukan Gerakan Nonblok, enam tahun kemudian. Sejak saat itu, kedua negara selalu bekerja sama secara erat dalam berbagai forum internasional bagi perdamaian dan keadilan serta kepentingan negara-negara berkembang antara lain dalam perkembangan G-77 dan G-15.

"Meski demikian, dirasakan bahwa kedekatan hubungan kedua bangsa dalam bidang politik, baik di tingkat bilateral maupun multilateral, tidak cukup diikuti dan diisi dalam peningkatan di bidang hubungan sosial, budaya, dan ekonomi serta perdagangan," kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Departemen Luar Negeri Makarim Wibisono dalam Seminar Peningkatan Hubungan Bilateral Indonesia-India di Hotel JW Marriott Surabaya.

HUBUNGAN kerja sama Indonesia-India di bidang ekonomi dan perdagangan mulai timbul seiring dengan adanya upaya-upaya ke arah kerja sama antara ASEAN dan Asosiasi Kerja Sama Regional Asia Selatan (SAARC) untuk menuju kerja sama yang lebih luas di kawasan Asia. Secara lebih konkret lagi, hubungan dan kerja sama yang lebih dekat telah terwujud dalam hubungan kemitraan antara ASEAN dan India melalui format pertemuan tingkat tinggi ASEAN+1 (India), di mana pertemuan keduanya diadakan di Bali pada bulan Oktober 2003 lalu.

Dalam hubungan ini, kata Makarim, Indonesia dapat mencatat adanya komitmen yang semakin besar dari India untuk lebih meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan negara- negara di kawasan Asia Pasifik. Hal itu terlihat setelah PM India Atal Behari Vajpayee meletakkan sebuah kebijakan baru, yakni "New East Look Policy".

Bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik, khususnya Indonesia, kebijakan baru India tersebut perlu ditanggapi secara positif untuk mencari dan menambah berbagai peluang kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, khususnya di bidang ekonomi, investasi dan perdagangan serta sosial budaya.

"Penyelenggaraan Festival India pada bulan Oktober-November 2002 di berbagai kota besar di Indonesia menunjukkan salah satu keseriusan India dalam melaksanakan secara konkret kebijakan baru India di kawasan Asia Pasifik," ungkap Makarim Wibisono.

Untuk kepentingan Indonesia, kebijakan baru India di Asia Pasifik itu dapat dijadikan salah satu peluang cukup besar dalam rangka membantu mengurangi krisis ekonomi dan keuangan yang masih berkepanjangan dan yang masih dirasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

DARI segi jumlah penduduk yang besar di antara kedua negara, tentunya banyak sekali peluang ekonomi, investasi, perdagangan, dan pariwisata serta bidang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan oleh kedua negara.

Menurut Makarim, Indonesia juga dapat mengambil pelajaran dan pengalaman India dalam sistem penswastaan aset-aset negara dan peningkatan infrastruktur yang mencakup wilayah yang sangat luas. Di samping itu, Indonesia juga bisa mempelajari bagaimana upaya India menghadapi persaingan global dalam rangka melaksanakan berbagai upaya liberalisasi perdagangan.

Yang juga tak kalah penting adalah bagaimana Indonesia dapat belajar dari India dalam mengejar kemajuan di bidang teknologi informasi. Beberapa persetujuan bilateral telah disepakati antara kedua negara, khususnya dalam dua tahun terakhir ini. Misalnya, kerja sama di bidang pariwisata, kerja sama antara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Indian Metal and Mining Trading Corporation.

Selain itu, persetujuan tentang pembentukan pusat penelitian tentang sektor konstruksi, perjanjian kerja sama antara Lupin Pharmaceutical of India dan PT Indofarma dari Indonesia mengenai pemrosesan obat generik di Indonesia. Neraca perdagangan antara kedua negara pada periode 1998-2002 selalu menunjukkan posisi surplus untuk Indonesia.

Menurut data bulan Juni- September 2002, ekspor nonmigas Indonesia ke India sebesar 534.780.000 dollar AS, sedangkan impor dari India tercatat sebesar 84.610.000 dollar AS. Secara keseluruhan, sampai akhir tahun 2002, ekspor Indonesia ke India sebesar 1,3 miliar dollar AS, sedangkan impor dari India 637 juta dollar AS.

Di sektor investasi, kata Makarim, minat para investor India cukup besar untuk menanamkan modalnya di Indonesia, khususnya di bidang industri kimia dan obat-obatan. "Kerja sama investasi di bidang ini memiliki potensi yang sangat besar mengingat India mempunyai kemampuan yang tinggi dalam memproduksi obat-obatan dengan harga yang sangat kompetitif," kata Makarim Wibisono menambahkan.

DALAM kerja sama teknik, selama sepuluh tahun terakhir Pemerintah India telah memanfaatkan program Kerja Sama Teknik antara Negara Berkembang (KTNB) dengan mengirimkan lebih dari seratus peserta untuk mengikuti berbagai pelatihan di Indonesia di bidang pekerjaan umum, perumahan, penerangan, perpajakan, dan kesehatan.

Di lain pihak, India juga telah menawarkan berbagai program KTNB-nya kepada Indonesia, antara lain di bidang pemerintahan, perkebunan, meteorologi, teknologi informasi, penerangan, promosi ekspor, dan perkotaan.

Hubungan dan kerja sama ekonomi di antara kedua negara tampaknya terus mengalami peningkatan. Akan tetapi, peningkatan hubungan tersebut akan menjadi percuma jika hasil-hasil kesepakatan yang telah dicapai kedua negara tidak dapat diimplementasikan secara konkret oleh kedua belah pihak, baik di jajaran pemerintahan maupun dari kalangan swasta.

Dalam seminar yang juga dihadiri Duta Besar India untuk Indonesia Hermant Krishan Singh itu, juga mencuat usulan agar India bisa menghapus atau mengurangi hambatan-hambatan tarif maupun nontarif agar bisa lebih memperlancar arus perdagangan antarkedua negara. Jika itu dapat dilakukan, kata Makarim, upaya untuk melakukan perdagangan atas dasar imbal beli dapat direalisasikan.

Arus barang antara kedua negara seharusnya bisa diwujudkan, apalagi di masa lampau hubungan sejarah Indonesia- India tidak hanya dalam budaya dan agama, tetapi dimotori oleh hubungan perdagangan yang saling menguntungkan di antara kedua belah pihak. Ketika itu arus barang dagang berlangsung secara timbal balik.

Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama ekonomi yang konkret di antara kedua negara seharusnya mustahil untuk tidak terwujud secara lebih menyeluruh di semua sektor usaha. Apalagi dalam waktu dua tahun, sudah dua kali presiden Indonesia mengadakan kunjungan ke India.

Kunjungan pertama dilakukan mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid pada tanggal 8-9 Februari 2000. Kemudian, dari pihak India Perdana Menteri Atal Behari Vajpayee melakukan kunjungan balasan ke Indonesia tanggal 10-14 Januari 2001. Lalu, atas undangan PM Vajpayee, Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri mengadakan kunjungan kenegaraan ke India tanggal 1-5 April 2002.

Dalam kunjungan kedua kepala negara dan pejabat pemerintah kedua negara telah disepakati untuk meningkatkan hubungan bilateral di berbagai bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, perdagangan, serta bidang lainnya yang menjadi kepentingan bersama. Jadi, mau apa lagi, kedua kepala negara sudah saling mengunjungi dan berbagai kesepakatan pun sudah dibuat, sekarang tinggal implementasinya.



source : Many source from the net*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar